WahanaNews-Pakpak Bharat | Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, yang lebih berat dibanding tuntutan terhadap terhadap terdakwa lain.
Padahal, kata PSI, Richard Eliezer diketahui sebagai justice collaborator yang telah disetujui oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK.
Baca Juga:
Hinca Pandjaitan Pertanyakan Rekrutmen Polri: Kok AKBP Fajar Bisa Lolos Seleksi?
"LPSK sudah setujui statusnya sebagai JC. Keluarga korban bahkan meminta terdakwa Bharada E supaya dihukum ringan. Jaksa seharusnya lebih arif," kata Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulis, Rabu, 18 Januari 2023.
Melansir WahanaNews.co, PSI khawatir sikap jaksa terhadap Bharada E dalam kasus ini mengecilkan keberadaan saksi pelaku yang bekerja sama dalam sistem peradilan pidana.
Peran saksi pelaku ini sangat vital dalam menguak kompleksitas kasus, terutama yang melibatkan banyak orang penting dan berpengaruh.
Baca Juga:
Skandal Tol MBZ: Jalan Layang Cacat Akibat Korupsi, Vonis Pelaku Dinilai Terlalu Ringan
"Seakan percuma menjadi juctice collaborator. Bharada E sudah kooperatif selama persidangan. Banyak fakta hukum terungkap dan semestinya negara 'berterima kasih' kepada JC, dalam hal ini Bharada E," ujar Bimmo.
Sebelumnya, PSI melihat kasus ini telah ditangani oleh aparat penegak hukum sebagaimana mestinya. Bimmo mengatakan peran jajaran internal kepolisian pun sangat besar untuk mendorong kasus ini segera disidangkan. Namun ternyata, tuntutan jaksa terbilang ringan yaitu 8 tahun penjara.
"Dan hal yang paling mengusik rasa keadilan, ketika seorang justice collaborator malah dituntut lebih berat dibandingkan terdakwa lain yang bersama-sama melakukan. Semua terkena pasal 340 juncto 55 ayat 1 KUHP. Minimal akan terasa adil apabila semua terdakwa dituntut 12 tahun penjara," kata Bimmo.
Salah satu syarat untuk menjadi justice collaborator adalah yang bersangkutan bukan pelaku utama dari tindak pidana yang dituduhkan.
Selain itu, JC juga berfungsi sebagai saksi kunci. "Semoga majelis hakim mempertimbangkan berbagai fakta persidangan yang ada dalam memutuskan, utamanya kedudukan Bharada E sebagai justice collaborator. Semoga hakim juga mempertimbangkan perspektif (keluarga) korban. Ini penting demi keadilan restoratif," kata Bimmo.
Pada Rabu, 18 Januari 2023, Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara. Tuntutan ini lebih rendah dari tiga terdakwa lain: Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf, yang masing-masing dituntut delapan tahun.
Dalam tuntutannya, jaksa menyimpulkan Richard Eliezer telah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
“Kami jaksa penuntut umum menuntut majelis hakim agar menyatakan Richard Eliezer terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana merampas nyawa orang secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dakwaan Primer melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Pidana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, dipotong masa penahanan,” kata jaksa dalam tuntutannya.
Sebelum membacakan tuntutan, jaksa penuntut umum mengatakan peran Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai eksekutor pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi pemberat tuntutan 12 tahun.
“Hal yang memberatkan adalah karena terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata jaksa sebelum membacakan tuntutan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain itu hal memberatkan lain karena perbuatan terdakwa Richard Eliezer menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban dan menimbulkan keresahan, serta kegaduhan yang meluas di masyarakat. [eta/gbe]