PAKPAK.WAHANANEWS.CO, Medan - Anomali iklim dan cuaca yang sering terjadi selama dekade terakhir dan telah menjadi fenomena nyata dan signifikan di semua belahan dunia (Global Climate Change).
Dampak dari perubahan iklim dirasakan oleh semua sektor kehidupan, namun dampak terbesar sangat dirasakan di sektor pertanian.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Keterangan pers diterima WahanaNews.co, karena itu, Balai BMKG Wilayah I memberikan kuliah tamu yang merupakan salah satu program goes to campus, di Universitas Satya Terra Bhinneka, Jumat (1/11/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Ramos Lumban Tobing sebagai Koordinator Bidang Meteorologi BBMKG Wilayah I, menjelaskan tugas dan fungsi BMKG khususnya Balai Wilayah I dalam observasi cuaca dan iklim.
Observasi dilakukan secara real time dengan menggunakan informasi geografis jarak jauh secara remote sensing dengan beberapa satelite seperti Himawari. Observasi tersebut sangat berguna untuk banyak sektor pekerjaan dan industri khususnya pertanian.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
"Kalau pada pada dekade-dekade sebelumnya, pergantian musim dapat ditebak dengan menghitung bulan setiap tahunnya, namun kondisi tersebut perlahan total. Jika semeseter 1 kita bisa identikkan dengan kemarau dan semester 2 mulai musim hujan, maka sekarang sudah semakin dinamis dan perubahannya bisa terjadi sangat cepat dan juga bisa lambat," kata Ramos.
Ditambahkan, perubahan iklim merupakan salah satu faktor penting dalam ketahanan pangan yang mana menjadi salah satu program strategis nasional.
Dekan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Satya Terra Bhinneka, Muhtar Munthe menambahkan, perubahan iklim berdampak pada turunnya kualitas, kesuburan dan daya dukung lahan, menyebabkan produktivitas hasil pertanian juga ikut menurun.
Begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin terbatas dan kualitasnyapun yang semakin menurun, juga menjadi penyebab terus anjloknya produksi pertanian.
Ditambah lagi, fenomena El Nino dan La Nina sangat berpengaruh terhadap siklus iklim yang secara otomatis menyebabkan bergesernya jadwal tanam berbagai komoditi pertanian serta kemungkinan terjadi gagal panen.
"Hal tersebut bisa diantisipasi bila dampak perubahan iklim makin disesuaikan dengan kehidupan sekarang sehingga kemungkinan gagal panen bisa ditekan," kata Muhtar.
Terpisah, Kepala BMKG Wilayah I, Hendro Nugroho menambahkan bahwa perubahan iklim mencakup berbagai aspek, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia.
Dampak lingkungan yang paling krusial akhir-akhir ini yaitu mencairnya gletser atau lapisan es tropis di Puncak Jaya, Papua.
Hendro menjelaskan bahwa gletser berlokadi pada ketinggian 4.884 MDPL tetapi bisa menyusut hingga 98 persen, dari 19,3 kilometer persegi di tahun 1850 menjadi hanya 0,23 kilometer persegi di April 2022.
Secara global, seluruh negara memiliki kesepakatan bahwa batas kenaikan suhu rata-rata di angka 1,5 °C pada 2030. Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45°C di atas suhu rata-rata di masa pra-industri.
BMKG mencatat secara keseluruhan, tahun 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020.
Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C.
Hendro kemudian menutup dengan melihat berbagai persoalan tersebut, isu perubahan iklim dapat semakin menjadi perhatian serius seluruh masyarakat dan stakeholder.
Perubahan iklim menuntut transformasi pengendalian dampak yang relevan dan radikal agar bisa mewujudkan program ketahanan pangan yang berkelanjutan dan berkembang tiap saat.
Selain terus membangun dan meningkatkan kesadaran publik akan dampak perubahan iklim, BMKG juga terus melakukan pengembangan dan pembangunan sistem peringatan dini multibahaya yang efektif.
[Redaktur : Robert Panggabean]