Pakpak.WahanaNews.co, Jakarta - Praktik tindak pidana korupsi di kalangan birokrasi pemerintahan menunjukkan sebuah upaya menggapai kekuasaan melalui dukungan jabatan, politik ataupun pembiayaan pihak ketiga.
Hal itu berpotensi menimbulkan utang moral ataupun politik, yang menjadi dasar pembayarannya dikemudian hari tidak hanya sekedar pada kornitmen bagi-bagi jabatan, namun juga potensi penyalahgunaan kekuasaan yang akan terus melanggengkan aktivitas tindak pidana korupsi.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Karenanya, calon presiden Indonesia yang akan datang harus lahir dari rekam jejak hidupnya yang jujur dan bersih dari praktik korupsi, agar dapat lebih mampu memberikan contoh tauladan sebagai pemimpin bersih yang memiliki komitmen kuat dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia.
Demikian rangkuman materi yang disampaikan para pembicara dalam acara diskusi antikorupsi, di aula Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN), Jakarta Pusat, Sabtu (30/9/2023).
Pembicara yang tampil dalam diskusi itu diantaranya, Ricardo Simandjunak (dosen dan advokat), Fredy BL Tobing (AUIGP), Togap Marpaung (Whistleblower) dan Bob Randilawe (GBN).
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Acara dipandu Wina Armada dan Dhia Prekasha Yoedha dari Alumni Universitas Indonesia Garda Pancasila (AUIGP).
Menurut Ricardo, bila menilik pada pengertian dari tindak pidana korupsi, maka pihak-pihak yang mungkin terlibat di dalamnya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), Hakim, TNI dan Polri atau pejabat-bejabat negara Iainnya, beserta dengan pihak-pihak non ASN, hakim, TNI dan Polri yang terlibat atau turut serta dalam tindak pidana korupsi tersebut.
Sehubungan itu, berlakulah doktrin "kewenangan" sebagai dasar melakukan perbuatan korupsi.